Home » Perencanaan Keuangan Syariah » Strategi Mengatur Keuangan Single Mom 2

Strategi Mengatur Keuangan Single Mom 2

Pada artikel sebelumnya telah saya ulas bagaimana strategi mengatur keuangan bagi single mom yang ditinggal meninggal oleh suami. Di artikel kali ini akan saya bahas strategi bagi single mom karena perceraian. Kondisinya akan lebih ringan karena masih ada yang tetap bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan anak-anak hingga nanti mandiri. Yang perlu dijaga adalah komunikasi baik karena bagaimana pun juga mantan suami kita tetap merupakan Ayah atau Bapak dari anak-anak kita yang tetap membutuhkan kasih sayang dari kedua orang tuanya meskipun sudah tidak tinggal dalam satu atap.

Proses perceraian di Indonesia merupakan proses sangat panjang. Jika Anda dan pasangan sudah sepakat mengakhiri hubungan pernikahan melalui perceraian, yang perlu dipikirkan dan dikompromikan kemudian adalah mekanisme kelanjutan kehidupan kedepan, terutama anak-anak. Sebagai single mom ada step-step yang bisa dilakukan sebelum atau setelah proses perceraian terutama dalam hal merencanakan keuangan :

 

  1. Buat Daftar Aset dan selesaikan harta gono gini.

Proses perceraian tidak hanya proses untuk memutuskan hubungan suami istri. Banyak hal-hal lain yang juga harus diselesaikan dan dikompromikan bagaimana kehidupan setelah bercerai. Salah satu hal sensitif yang harus diputuskan juga adalah masalah harta. Menurut Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 35 disebutkan bahwa terdapat dua jenis harta benda dalam perkawinan  yaitu harta bersama dan harta bawaan

Pasal 35 ayat (1) menjelaskan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan mejadi harta bersama. Harta bersama ini yang kita kenal dengan istilah harta gono-gini. Yang termasuk dalam harta gono-gini adalah semua harta yang terbentuk atau terkumpul sejak tanggal terjadinya perkawinan.

Pasal 119 Kitab Undang-Undang Perdata juga menjelaskan tentang harta bersama sebagai berikut “Sejak saat dilangsungkan perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta-bersama menyeluruh antara suami-istri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bersama itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami-istri“

Jika sebelum menikah tidak membuat perjanjian pisah harta melalui perjanjian pranikah maka berapa pun harta yang diperoleh suami selama masa pernikahan berlangsung otomatis menjadi harta istri begitu juga sebaliknya berapa pun harta yang dimiliki istri selama perkawinan otomatis menjadi harta suami. Kecuali harta hibah atau waris sesuai dengan pasal 35 ayat (2) menjelaskan bahwa harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.

Buatlah daftar aset, pisahkan mana yang merupakan harta bawaan dan harta bersama. Untuk harta bersama bisa dilakukan pembagian baik kepada istri maupun suami.

Menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 37 Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Sedangkan pasal 97  Inpres nomor 1 tahun 1991 tentang penyebarluasan dan pelaksanaan Kompilasi Hukum Islam menyebutkan “Janda atau duda cerai hidup, masing-masing berhak seperdua dari harta bersa31ma sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan” Artinya harta yang akan dibagi dan diatur menurut undang-undang adalah harta yang merupakan harta bersama atau harta gono-gini dengan besaran 50% : 50% masing-masing.

 

  1. Rencanakan kebutuhan anak-anak bersama mantan suami.

Status perkawinan boleh berubah menjadi mantan istri atau mantan suami tetapi bagi anak-anak, tidak ada mantan ibu atau mantan ayah. Meskipun berpisah dan tinggal bersama ayah, ibu akan manjadi ibu bagi anak-anak. Begitu juga ayah, meski pun setelah bercerai tinggal bersama ibu, ayah atau bapak akan tetap menjadi bapak bagi anak-anak. Oleh karena itu masa depan dan kebutuhan anak-anak tetap menjadi kewajiban dan tanggung jawab bersama. Termasuk dalam urusan nafkah untuk kebutuhan anak-anak. Untuk single mom karena janda cerai akan terasa lebih ringan karena masih bisa melakukan Kompromi dan merencanakan kebutuhan anak-anak bersama mantan suami.  Jalinlah komunikasi dengan ayah dari anak-anak kita, buatlah anggaran kebutuhan hingga anak-anak mandiri. Dari anggaran tersebut bisa didiskusikan berapa nafkah yang harus tetap diberikan mantan suami kepada anak-anak setelah bercerai dan bagaimana pola pemberian nafkahnya. Apakah sang ayah masih menanggung full kebutuhan anak-anak atau sebagian, diberikan bulanan kah atau sesuai dengan kebutuhan.

 

  1. Pisahkan rekening anak.

Untuk menghindari konflik dengan mantan suami dan memudahkan monitor kebutuhan anak-anak pisahkan rekening untuk operasional kebutuhan anak-anak. Kalau pun tidak full diberikan nafkah oleh mantan suami, agar memudahkan, nafkah yang kita berikan untuk anak-anak terlebih dahulu masuk kedalam rekening tersebut sebelum digunakan dan aktifitas kebutuhan anak bisa dilakukan di rekening tersebut. Sehingga mudah memonitor, berapa kira-kira nafkah total yang dibutuhkan untuk kebutuhan anak-anak.

 

  1. Miliki Asuransi jiwa

Baik ayah atau ibu yang masih menanggung kebutuhan anak-anak sangat memerlukan asuransi jiwa sebagai jaminan kepastian biaya hidup anak-anak sebagai ahli waris di masa yang akan datang. Meskipun telah berpisah sebaiknya mantan suami tetap memiliki polis asuransi jiwa untuk anak-anak. Sedangkan bagi ibu sebaiknya juga memiliki polis asuransi jiwa untuk anak-anak. Sebagai single parent, meskipun mantan suami masih memberikan nafkah untuk anak-anak, kita juga harus tetap memproteksi masa depan anak-anak yang langsung kita asuh.  Hal ini sebagai antisipasi agar jika sewaktu-waktu kita terlebih dahulu dipanggil oleh Sang Maha Pencipta, anak-anak yang ditinggalkan tidak mengalami kesulitan financial.

 

  1. Buatlah Wasiat

Tentu sangatlah sulit mengurus anak-anak sendiri tanpa adanya pendamping. Sebagai bentuk antisipasi persiapan akan hal yang terburuk wasiat bisa menjadi alternatif jika dikemudian tidak bisa lagi mendampingi anak-anak, terutama sekali jika anak-anak masih kecil dan tetap membutuhkan pendampingan. Semua bentuk antisipasi tersebut bisa Anda tuliskan di wasiat, terutama sekali hak asuh anak, apakah hak asuh diserahkan kepada mantan suami, sebagai ayah kandungnya atau kepada pihak lain yang menurut Anda lebih baik untuk kelangsungan masa depan anak-anak seperti misalnya kakek-neneknya atau om dan tantenya anak-anak. Begitu juga dengan asset dan harta warisan untuk anak-anak, meskipun pembagiannya sebaiknya tetap sesuai ketentuan hukum waris yang berlaku.

 

 

  1. Membuat perjanjian pranikah jika ingin menikah lagi.

Membina rumah tangga bukanlah hal yang mudah, apalagi bagi Anda yang sudah pernah gagal dalam hubungan rumah tangga yang sebelumnya. Kegagalan tersebut pun tidak perlu Anda khawatirkan dan menjadi penghalang dalam membina hubungan rumah tangga yang baru. Untuk mengantisipasi adanya perselisihan dan kegagalan dalam pernikahan yang berikutnya, Anda bisa membuat perjanjian pranikah dengan pasangan yang baru. Selain itu Anda juga bisa menambahkan pasal tentang keberadaan anak-anak dari suami yang sebelumnya.

 

 

Semoga bermanfaat. Be Smart, wealthy today and Achieve financial freedom