Home » Berita » Bolehkan Menunda Pembayaran Utang Dalam Islam?
Bolehkan Menunda Pembayaran Utang Dalam Islam

Bolehkan Menunda Pembayaran Utang Dalam Islam?

Finansha.id – Menunda pembayaran utang. Saat seseorang berhutang, meskipun tidak sedikit dari kaum Muslim khususnya ketika menghutangi sanak saudaranya, akan diberikan kelonggaran dalam segi pembayaran, namun pada umumnya yang terjadi, pemberi utang akan selalu menetapkan tanggal jatuh tempo yaitu kapan uangnya akan dikembalikan.

Bolehkan Menunda Pembayaran Utang Dalam Islam

Hal tersebut dilakukan tentunya agar pemberi utang yakin kepada sang penghutang bahwa uangnya akan dikembalikan. Meskipun begitu, ternyata tidak jarang banyak dari pengutang yang justru telat mengembalikan uang yang dipinjam ketika tanggal jatuh tempo telah masuk.

Jika melihat dari sudut pandang kacamata Islam, memberikan tangguhan kepada para penghutang yang tengah dalam kesukaran saat jatuh tempo telah datang, justru sangat dianjurkan untuk dilakukan sang pemberi utang.

Sebagaimana firman Allah Swt dalam Alquran yang berbunyi:

وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيْسَرَةٍ ۚ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya: “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui,” (QS. Al Baqarah [2]: 280).

Dalam ayat tersebut Allah Swt bahkan menjelaskan bahwa menyedekahkan utang tersebut baik sebagian apalagi semuanya akan diberikan derajat yang lebih baik.

Namun, dalam diksi ayat tersebut Allah Swt memberikan prasyarat yaitu “orang yang dalam kesukaran”, sehingga bagi mereka yang mampu untuk membayar utang tapi justru malah terus menunda-nunda pembayarannya maka ia termasuk kategori orang yang berbuat kezaliman.

Sebagaimana dalam sabda Rasulullah SAW:

“Menunda-nunda membayar hutang bagi orang yang mampu (membayar) adalah kezaliman,” (HR Bukhari).

Mengutip dari Merdeka.com diksi “orang yang mampu” disini menurut penjelasan dari para ulama yaitu orang yang sudah cukup secara finansial dan mampu untuk membayar utangnya.

Bahkan sebagian ulama justru mengharamkan untuk menunda pembayaran hutang bagi “orang yang mampu”.

Memberikan Perpanjangan Pembayaran Utang Dengan Syarat-Syarat Tertentu

Meskipun berhutang, memberi hutang dan memperpanjang waktu pembayaran hutang termasuk dalam kategori yang dibolehkan, dianjurkan bahkan diwajibkan, namun terdapat juga beberapa hal yang membuat hukum utang piutang tersebut menjadi haram atau dilarang.

Selain yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya bahwa berhutang dan memberikan hutang untuk digunakan dalam kemaksiatan termasuk kategori yang dilarang, ternyata memberikan perpanjangan pembayaran utang dengan mencantumkan syarat-syarat tertentu juga termasuk dalam kategori yang diharamkan.

Hal tersebut lantaran transaksi hutang tersebut termasuk dalam kategori pinjaman yang memberikan manfaat, sementara dalam Islam utang piutang yang mendatangkan manfaat justru tidak diperbolehkan atau diharamkan.

sesuai dengan beberapa dalil berupa sabda Nabi Muhammad Saw yaitu:

كل قرض جر منفعة فهو ربا

Artinya: Setiap pinjaman yang menghasilkan keuntungan maka itu riba.

إذا أقرض أحدكم قرضا فأهدى له، أو حمله على الدابة، فلا يركبها ولا يقبله، إلا أن يكون جرى بينه وبينه قبل ذلك

“Jika salah seorang diantara kalian meminjamkan uang, kemudian yang meminjam uang itu memberi hadiah atau mengajakmu naik kendaraannya, maka janganlah naik dan janganlah terima hadiahnya kecuali itu (saling memberi hadiah) sudah menjadi kebiasaan kalian sebelumnya” (HR. Ibnu majah).

Adapun syarat-syarat yang disebutkan memberi manfaat dan masuk dalam kategori diharamkan yaitu:

المنفعة الزائدة المتمحضة المشروطة للمقرض على المقترض

“Manfaat yang bersifat tambahan, murni, yang disyaratkan pemberi pinjaman kepada peminjam ketika akad (transaksi)” Al-Istidzkar (21/45), al-mughni (6/440) al-Mutaqo (5/97)

Mengutip dari laman resmi rumahfiqih.com, adapun penjelasan terkait manfaat dari utang piutang yang diharamkan (karena riba) berdasarkan dari dalil diatas dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Bersifat tambahan : Uang yang dipinjamkan setelah kembali malah menjadi bertambah dari sebelumnya.

2. Bersifat murni : Yaitu manfaat tersebut murni diterima si pemberi hutang dan penghutang justru tidak mendapat manfaat apa-apa kecuali dari uang yang dipinjam, jika kedua pihak mendapat manfaat, maka ini masih menjadi khilaf di kalangan para ulama.

3. Tambahannya disyaratkan di akad (transaksi), misalnya ketika pemberi hutang mengatakan akan memperpanjang jangka waktu pembayaran, dengan syarat pengembalian uang akan dilebihkan.

Demikianlah beberapa pandangan Islam terkait Menunda Pembayaran Utang Dalam Islam yang Finansha.id paparkan secara ringkas.

Sumber:

– https://an-nur.ac.id/pengertian-hutang-piutang-rukun-dan-syarat-ketentuan-tambahan-dalam-hutang-piutang-adab-dan-hikmahnya/#:~:text=Artinya%3A%20%E2%80%9CTidak%20ada%20seorang%20muslim,Ibnu%20Majah).
– https://news.detik.com/berita/d-5558439/orang-yang-mempunyai-hutang-dan-adabnya-dalam-islam
– https://www.merdeka.com/jateng/hukum-melalaikan-utang-dalam-islam-perlu-diketahui-kln.html#:~:text=Hal%20ini%20dijelaskan%20Rasulullah%20dalam,%2C%E2%80%9D%20(HR%20Bukhari).
– https://rumahfiqih.com/y.php?id=505