- Wasiat: Merencanakan Keberkahan untuk Masa Depan
Wasiat didasari dari firman Allah di dalam Al-Quran Surat Al- Baqarah ayat 180
كُتِبَ عَلَیۡكُمۡ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ ٱلۡمَ وۡ تُ إِن تَرَكَ خَیۡرًا ٱلۡوَصِیَّةُ لِلۡوَٰ لِدَیۡنِ وَ ٱلأۡ َقۡرَبِینَ بِ ٱلۡمَعۡ رُوفِۖ حَقًّا عَلَى ٱلۡمُتَّقِینَ ١٨٠
“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma´ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa
Wasiat merupakan pesan orang yang masih hidup kepada orang yang masih hdup dan dilaksanakan setelah orang yang memberikan wasiat meninggal dunia.
Wasiat berupa harta peninggalan tidak boleh untuk ahli waris dan jika wasiat untuk orang lain tidak boleh dari 1/3 harta peninggalan. Seperti hadits berikut ini:
عَنْ عَامِرِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ عَادَنِى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – فِى حَجَّةِ الْوَدَاعِ مِنْ وَجَعٍ ، أَشْفَيْتُ مِنْهُ عَلَى الْمَوْتِ ، فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ بَلَغَ بِى مِنَ الْوَجَعِ مَا تَرَى ، وَأَنَا ذُو مَالٍ وَلاَ يَرِثُنِى إِلاَّ ابْنَةٌ لِى وَاحِدَةٌ أَفَأَتَصَدَّقُ بِثُلُثَىْ مَالِى قَالَ « لاَ » . قُلْتُ أَفَأَتَصَدَّقُ بِشَطْرِهِ قَالَ « لاَ » . قُلْتُ فَالثُّلُثِ قَالَ « وَالثُّلُثُ كَثِيرٌ ، إِنَّكَ أَنْ تَذَرَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَذَرَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُونَ النَّاسَ ، وَلَسْتَ تُنْفِقُ نَفَقَةً تَبْتَغِى بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلاَّ أُجِرْتَ بِهَا ، حَتَّى اللُّقْمَةَ تَجْعَلُهَا فِى فِى امْرَأَتِكَ »
Dari ‘Amir bin Sa’ad, dari ayahnya, Sa’ad, ia adalah salah seorang dari sepuluh orang yang dijamin masuk surga- berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjengukku ketika haji Wada’, karena sakit keras. Aku pun berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya sakitku sangat keras sebagaimana yang engkau lihat. Sedangkan aku mempunyai harta yang cukup banyak dan yang mewarisi hanyalah seorang anak perempuan. Bolehkah saya sedekahkan 2/3 dari harta itu?” Beliau menjawab, “Tidak.” Saya bertanya lagi, “Bagaimana kalau separuhnya?” Beliau menjawab, “Tidak.” Saya bertanya lagi, “Bagaimana kalau sepertiganya?” Beliau menjawab, “Sepertiga itu banyak (atau cukup besar). Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli warismu kaya, itu lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin sehingga mereka terpaksa meminta-minta kepada sesama manusia. Sesungguhnya apa yang kamu nafkahkan dengan maksud untuk mencari ridha Alah pasti kamu diberi pahala, termasuk apa yang dimakan oleh istrimu.” (HR. Bukhari, no. 4409; Muslim, no. 1628).
Sumber https://rumaysho.com/14855-ortu-membagi-harta-waris-sebelum-meninggal.html
Jika ada orang tua yang membagi hartanya kepada anaknya saat ortunya masih hidup maka perbuatan ortu tersebut dinamakan HIBAH bukan wasiat. Sebab wasiat dilakukan setelah seseorang meninggal dunia.
Dari ‘Amr bin Kharijah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ قَسَمَ لِكُلِّ وَارِثٍ نَصِيبَهُ مِنَ الْمِيرَاثِ فَلاَ يَجُوزُ لِوَارِثٍ وَصِيَّةٌ
“Sesungguhnya Allah membagi untuk setiap ahli warisnya sudah mendapatkan bagian-bagiannya. Karenanya tidak boleh ada wasiat untuk ahli waris.” (HR. Ibnu Majah, no. 2712; Tirmidzi, no. 2121. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)
Dari Abu Umamah Al-Bahili radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَعْطَى كُلَّ ذِى حَقٍّ حَقَّهُ فَلاَ وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ
“Sesungguhnya Allah Ta’ala telah memberikan setiap orang mendapatkan jatahnya masing-masing. Tidak ada wasiat untuk ahli waris.” (HR. Tirmidzi, no. 2713; Abu Daud, no. 2870, 3565. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)
Sumber https://rumaysho.com/14855-ortu-membagi-harta-waris-sebelum-meninggal.html
- Hibah: Memberikan dengan Kesungguhan Hati
Hibah adalah praktik memberikan harta secara sukarela tanpa mengharapkan imbalan. Dengan memberikan hibah, kita dapat membantu mereka yang membutuhkan dengan tulus dan tanpa pamrih. Praktik ini memperkuat persaudaraan dan saling membantu dalam masyarakat.
Allâh Azza wa Jalla mensyariatkan hibah karena mendekatkan hati dan menguatkan tali cinta antara manusia, sebagaimana disabdakan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
تَهَادُوْا تَحَابَوْا
Saling memberilah kalian, niscaya kalian saling mencintai [HR. Al-Bukhâri dalam al-Adâbul Mufrad no. 594. Hadits ini dinilai sahih oleh al-Albâni dalam kitab al-Irwa’, no. 1601].
Referensi : https://almanhaj.or.id/6422-hibah-dalam-perspektif-fikih.html
Dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Hashr (59:9), “Dan orang-orang yang telah menempati negeri itu dan beriman, (takwa), akan Kami berikan kepadanya bagian dari kehidupan yang baik dan akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan sebaik-baiknya perbuatan yang telah mereka kerjakan.” (Al-Hashr 59:9)
Sumber referensi: Al-Quran, Surah Al-Hashr (59:9)
- Waris: Pemeliharaan Harta dalam Keadilan
Dalam hadits marfu’ disebutkan, “Wahai Abu Hurairah, pelajarilah ilmu faroidh (ilmu waris) dan ajarkanlah karena ilmu tersebut adalah separuh ilmu dan saat ini telah dilupakan. Ilmu warislah yang akan terangkat pertama kali dari umatku.” (HR. Ibnu Majah, Ad Daruquthni, Al Hakim, Al Baihaqi. Hadits ini dho’if).
Sumber https://rumaysho.com/2502-panduan-ringkas-ilmu-waris.html
Waris adalah praktik pewarisan harta kepada ahli waris yang diatur secara adil berdasarkan hukum Islam. Perhitungan serta pembagiannya sudah diatur didalam alquran surat Annisa ayat 11-12
Waris merupakan harta peninggalan dari seseorang untuk ahli warisnya yang pembagiannya setelah orang tersebut meninggal dunia. Harta waris dibagi setelah menunaikan kewajiban si mayit seperti: Utang, Wasiat, Biaya Jenazah (beli kafan, kuburan dll). Setelah semuanya sudah ditunaikan maka barulah harta waris tersebut dibagi kepada ahli waris.
Dampak Sosial Praktik Keuangan Syariah:
Praktik-praktik keuangan syariah, seperti zakat, wakaf, wasiat, hibah, dan waris, tidak hanya memiliki manfaat individu tetapi juga berdampak sosial yang luas. Melalui praktik zakat, kita dapat membantu mereka yang membutuhkan, memperkuat solidaritas sosial, dan mengurangi kesenjangan ekonomi. Wakaf memberikan sumber daya yang berkelanjutan untuk pembangunan infrastruktur sosial, seperti rumah sakit, sekolah, dan pusat kegiatan masyarakat. Wasiat memastikan pewarisan harta dilakukan secara adil, mencegah konflik keluarga, dan mendukung keberlanjutan kehidupan. Hibah memberikan kesempatan untuk memberikan bantuan sukarela kepada mereka yang membutuhkan tanpa mengharapkan imbalan. Dan waris memastikan pemeliharaan harta secara adil untuk keberlangsungan keluarga.
Praktik-praktik ini mencerminkan nilai-nilai Islam yang mengedepankan keadilan, saling berbagi, dan pemeliharaan kesejahteraan sosial. Dengan melibatkan diri dalam praktik keuangan syariah, kita dapat berkontribusi dalam membangun masyarakat yang lebih adil, berempati, dan berkelanjutan.
Kesimpulan:
Praktik keuangan syariah seperti zakat, wakaf, wasiat, hibah, dan waris bukan hanya instrumen keuangan individu, tetapi juga memiliki dampak sosial yang signifikan. Melalui praktik-praktik ini, kita dapat mewujudkan nilai-nilai keadilan, saling berbagi, dan pemeliharaan kesejahteraan sosial dalam masyarakat. Dengan merujuk kepada sumber utama Islam, yaitu Al-Quran dan Hadits, kita dapat memperkuat pemahaman dan kepatuhan terhadap praktik keuangan syariah. Mari bersama-sama menjadikan praktik keuangan syariah sebagai instrumen yang memberikan manfaat individu sekaligus berdampak sosial yang positif.
Sumber referensi:
- Al-Quran
-
Surah Al-Baqarah (2:177)
-
Surah Al-Baqarah (2:180)
-
Surah Al-Hashr (59:9)
Hadits
- Hadits Riwayat Al-Bukhari
-
Hadits Riwayat Muslim
Referensi:
- Al-Quran
- Sahih Al-Bukhari
- Sahih Muslim