Pernikahan merupakan gerbang utama dalam membentuk sebuah keluarga. Keluarga ibarat institusi yang di dalamnya terdapat pemimpin dan anggota yang memiliki peran dan tugas masing-masing. Dalam proses pembagian peran dan tanggung jawab keluarga yang terpenting adalah komunikasi. Terutama komunikasi antara pasangan suami dan istri.
Dalam hal mengatur dan merencanakan keuangan, komunikasi tidak hanya untuk urusan duit, tetapi juga dalam hal-hal lainnya dan salah satunya adalah hal teknis yaitu pembagian tugas dalam mengatur keuangan rumah tangga. Sejak awal berkeluarga tentukan siapa yang bertanggung jawab utama terhadap pengaturan keuangan keluarga atau manajer keuangan di rumah tangga, diantara salah satu suami atau istri atau dikelola secara bersama. Lalu bagaimana polanya. Hal ini dibuat agar tidak saling tumpang tindih dan bermasalah dikemudian hari.
Banyak anggapan bahwa yang paling tepat mengatur keuangan adalah istri karena dianggap lebih detail, lebih teliti dan lebih mengetahui prioritas semua kebutuhan keluarga mana yang lebih penting dan tidak jadi sebaiknya semua uang diserahkan ke istri. Tetapi ada anggapan juga mengatakan bahwa perempuan kebanyakan boros, suka belanja dan menghabiskan uang berlebihan. Eits… tunggu dulu, tidak semua anggapan itu benar. Ada juga lho suami yang detail, teliti dan lebih bijak dalam menentukan sekala prioitas kebutuhan keluarga. Dan ada juga laki-laki yang suka menghambur-hamburkan uang hanya untuk kesenangan dan hobi. Dalam membagi tugas dan peran mengatur keuangan tidak ada pakem yang mengharuskan istri atau mengharuskan suami. Semua itu perlu adanya penyeimbang dan kerja sama antar pasangan suami dan istri.
Salah satu klien menceritakan bahwa diawal pernikahan semua pendapatan yang diterima oleh suaminya semua diberikan kepadanya. Sehingga semua teknis mengatur keuangan keluarga istri yang berperan, suami hanya minta biaya operasional sesuai dengan kebutuhannya. Seiring berjalannya waktu klien saya yang juga bekerja menyadari bahwa dia kurang lihai untuk mengatur semuanya sehingga merubah pola pengaturan degan melakukan kompromi kembali bersama suami. Kesepakatan yang dibuat bersama dengan saling terbuka tentunya menghindari konflik antara suami dan istri. Kali ini polanya adalah dengan membagi tugas, suami yang memenuhi dan membayarkan kebutuhan pokok seperti listrik, telpon, cicilan rumah, belanja, sekolah dan iuran-iuran pokok lainya sedangkan klien saya lebih fokus pada pos investasi dan pos tambahan seperti liburan.
Apa yang dilakukan klien saya tentunya bisa menjadi gambaran bagaimana mengatur mekanisme keuangan keluarga. Ada beberapa tips yang bisa dilakukan dalam mengatur pengolaan keuangan keluarga agar tidak terjadi perselisihan:
Saling Terbuka
Keterbukaan dengan pasangan adalah kunci komunikasi yang efektif dalam hubungan suami-istri. Dengan saling terbuka tentunya menghilangkan rasa sungkan dan menciptakan rasa nyaman. Begitu juga dalam urusan keuangan, berapa pun pendapatan yang diterima maupun pengeluaran yang digunakan baik pengeluaran untuk pribadi maupun untuk kebutuhan bersama atau keluarga, terbukalah terhadap pasangan. Tidak terkecuali istri terhadap suami, begitu juga suami terhadap istri. Dengan saling terbuka, maka kompromi dan kesepakatan terhadap alokasi anggaran pendapatan akan lancar, menimbulkan rasa nyaman dan saling percaya. Jika tidak bisa saling terbuka tentunya akan menciptakan rasa tidak nyaman, curiga yang menimbulkan konflik dan dapat berujung pada perceraian.
Kompromi
Tidak ada aturan khusus siapa yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan keuangan keluarga. Meskipun yang lebih berkewajiban memberi nafkah keluarga adalah suami, tidak harus suami atau istri saja yang mengelola keuangan. Masing-masing baik suami ataupun istri bisa mengambil peran. Pembagian peran baiknya dikompromikan sebelum menikah. Dalam perjalanan berumah tangga dengan melakukan kompromi tugas dan peran keuangan bisa di sesuaikan, misal yang tadinya membayar listrik dilakukan oleh suami bisa dialihkan ke istri.
Perjanjian Perkawinan
Bagi Anda yang ingin hasil kompromi terhadap keuangan dengan pasangan dibuatkan perjanjiaanya secara legal, bisa melalui perjanjian Pra-Nikah (Prenuptial Agreenment). Berdasarkan UU No 1/1974 tentang perkawinan Perjanjian Perkawinan dibuat pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua belah pihak (calon suami dan calon istri) atas persetujuan bersama secara tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatatan perkawinan. Perjanjian perkawinan yang juga disahkan oleh notaris berlaku sejak perkawinan dilangsungkan (yaitu tepatnya sejak ijab qobul). Isi perjanjian perkawinan dapat dirubah selama perkawinan berlangsung sesuai kesepakatan bersama baik istri dan suami.
Dalam perjanjian perkawinan dapat dituliskan bagaimana kesepakatan suami dan istri terhadap tugas dan peran mengelola keuangan. Selain itu bagi yang memiliki harta kekayaan bawaan juga bisa membuat daftar dan kesepatakan atas pengakuan harta yang dimiliki masing-masing. Contohnya, kesepakatan pisah harta, pengalokasian pendapatan dan pembagian peran dalam rumah tangga.
Semoga bermanfaat. Be Smart, wealthy today and Achieve financial freedom
Penulis: Marviarum Eka Ramdiati